Nabi -shallallahu alaihi wasallam- bersabda dalam hadits Abu Ayyub Al-Anshari:
مَنْ صَامَ رَمَضَانَ ثُمَّ أَتْبَعَهُ سِتَّا مِنْ شَوَّالٍ كَانَ كَصِيَامِ الدَّهْرِ
“Barangsiapa yang berpuasa ramadhan kemudian mengikutikan kepadanya enam hari dari syawal maka itu nilainya seperti puasa setahun penuh.” (HR. Muslim)
Hal itu karena satu kebaikan bernilai 10 kali lipat, sehingga puasa 30 hari ramadhan bernilai 300 hari puasa, dan 6 hari syawal bernilai 60 hari puasa sehingga totalnya 360 hari yang sama dengan setahun. Hal ini diutarakan oleh Imam Ash-Shan’ani dalam As-Subul (4/157)
Berikut beberapa permasalahan yang sering dipertanyakan dalam masalah ini:
1. Apakah puasa syawal harus dimulai pada tanggal 2 syawal?
Jawab: Tidak harus, puasa syawal bisa dimulai kapan saja selama dia bisa menyelesaikan 6 hari puasa itu di bulan syawal. Walaupun tidak diragukan bahwa menyegerakan pengerjaannya itu lebih utama berdasarkan keumuman dalil untuk berlomba-lomba dalam mengerjakan kebaikan dan dalil yang menganjurkan untuk tidak menunda amalan saleh.
2. Apakah dipersyaratkan keenam hari puasa syawal ini harus dikerjakan secara berturut-turut?
Jawab: Hal itu tidak dipersyaratkan bahkan boleh mengerjakannya secara terpisah-pisah selama masih dalam bulan syawal. Walaupun sekali lagi, mengerjakannya secara berurut itu lebih utama berdasarkan keumuman dalil yang kami isyaratkan di atas.
Ini adalah mazhab Asy-Syafi’iyah, Al-Hanabilah, dan selainnya, dan ini yang difatwakan oleh Syaikh Ibnu Baz, Syaikh Ibnu Al-Utsaimin, dan Syaikh Muqbil -rahimahumullah-.
3. Apakah puasa enam hari dibulan syawal boleh dikerjakan sebelum mengerjakan puasa qadha` -bagi yang mempunyai tunggakan di bulan ramadhan-?
Jawab: Ada perbedaan pendapat di kalangan ulama dalam masalah ini, hanya saja lahiriah hadits Abu Ayyub di atas menunjukkan bahwa puasa syawal hanya disunnahkan bagi orang yang sudah selesai mengerjakan puasa ramadhan yang jumlahnya 29 atau30 hari. Sementara orang yang mempunyai qadha tentunya puasanya kurang dari 29 hari maka dia diharuskan menyelesaikan dulu ramadhannya baru kemudian mengerjakan puasa syawal.
Dari sudut tinjauan lain, puasa qadha` adalah wajib sementara puasa syawal adalah sunnah, dan tentunya ibadah wajib lebih didahulukan daripada ibadah yang sunnah.
Inilah pendapat yang dikuatkan oleh Syaikh Ibnu Baz dan Ibnu Al-Utsaimin -rahimahumallah-. Lihat Asy-Syarhul Mumti’ (6/468)
Jika ada yang bertanya: Bagaimana dengan ucapan Aisyah, “Saya pernah mempunyai kewajiban puasa ramadhan, lalu saya tidak bisa untuk mengqadha`nya kecuali sampai datangnya sya’ban.” Bukankah ini menunjukkan Aisyah -radhiallahu anha- berpuasa syawal sebelum mengqadha`, karena qadha’nya dikerjakan di sya’ban tahun depannya?
Jawab: Dalam ucapannya tidak ada sama sekali keterangan yang menunjukkan kalau beliau mengerjakan puasa syawal, maka ucapan beliau tidak boleh ditafsirkan seperti itu. Karenanya sebagian ulama mengatakan bahwa Aisyah -radhiallahu anha- tidak mengerjakan puasa-puasa sunnah karena beliau sibuk mengerjakan ibadah yang jauh lebih utama dibandingkan puasa-puasa sunnah tersebut, yaitu kesibukan beliau melayani Rasulullah -shallallahu alaihi wasallam-. Dan tidak diragukan bolehnya meninggalkan sebuah amalan sunnah untuk mengerjakan amalan sunnah lain yang lebih besar pahalanya dibandingkan amalan sunnah yang pertama.
Inilah jawaban yang tepat dalam rangka memadukan antara hadits Abu Ayyub dengan ucapan Aisyah di atas, wallahu a’lam.
4. Bagi yang mengerjakan mulai berpuasa syawal pada tanggal 2 syawal dan dia kerjakan berturut-turut. Apakah pada tanggal 8 syawal ada lagi perayaan, yang dinamakan oleh sebagian orang dengan lebaran ketupat?
Jawab: Tidak ada hari raya dalam Islam kecuali dua hari id dan hari jumat, karenanya membuat hari raya baru yang tidak ada tuntunannya dalam syariat adalah perbuatan yang bid’ah yang bertentangan dengan agama.
Demikian beberapa masalah seputar puasa syawal yang bisa kami bahas pada kesempatan ini, wallahu a’lam bishshawab.
Sumber : http://al-atsariyyah.com/puasa-enam-hari-syawal.html
Comments
Post a Comment